PERSEPSI DAN CARA MASYARAKAT DALAM MEMPERLAKUKAN WARIA DI TAMAN LAWANG DKI JAKARTA

Penelitian ini bertujuan untuk melihat fenomena keberadaan waria atau transgender di Taman Lawang dan juga mengetahui persepsi dan cara masyarakat dalam memperlakukan waria. Waria sering dianggap berkonotasi negatif di masyarakat yang mayoritas umat beragama. Masyarakat merasa takut dan khawatir bahwa perilaku tersebut menyebabkan permasalahan kesehatan. Waria yang ada di indonesia sebagian besar memang mencari rezeki dengan menjadi pengamen yang membawa alat musik, tentunya bagi sebagian orang akan terhibur baik dari lagu yang dibawakan ataupun dengan penampilannya. Namun adapula yang merasa terganggu dengan meminta waria tersebut segera pergi atau meninggalkannya, bagi masyarakat perilaku tersebut sudah menyimpang dan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Dengan teknik pengambilan data yaitu wawancara dan juga observasi. Serta teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori fenomenologi Alfred Schuzt. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena waria di taman Lawang menjadi salah satu bentuk adanya pergaulan bebas, akibatnya waria mendapatkan diskriminasi dari masyarakat yang membuat waria membentuk komunitas antar sesama waria sebagai bentuk sandaran dan ruang ekspresi. Waria yang ada di Taman Lawang juga mengekspresikan dirinya dengan bekerja sebagai pengamen. Persepsi masyarakat terhadap waria terbagi
dua yaitu persepsi negatif karena penampilan fisik waria yang menyerupai perempuan, dari bahasa tubuh hingga atribut yang dikenakan, sedangkan persepsi positif secara non fisik karena waria tetap mau berinteraksi dengan masyarakat dan bekerja keras.