Studi Pemikiran Gus Dur tentang perekonomian kelautan 1999-20009

Banyak orang NU dan Indonesia yang cerdas dan memiliki kepemimpinan yang bagus. Ada yang lebih dari itu, Gus Dur memiliki keunikan tersendiri yang membedakannya dengan orang-orang semacam itu. Bahkan, dalam hal tertentu, Gus Dur berbeda dengan almarhum kakeknya Kiai Hasyim Asy‟ari dan almarhum ayahnya Kiai Wahid Hasyim.

Gus Dur lahir di lingkungan tradisi pesantren yang kuat di Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur. Namun, Gus Dur juga tumbuh dan berkembang di alam modern yang kuat pula, di kawasan Menteng. Dua lingkungan ini telah menyatu di dalam diri Gus Dur, yang kemudian terefleksi pada pemikiran-pemikirannya.

Dunia pesantren telah memungkinkan Gus Dur memahami dan mendalami pemikiran-pemikiran klasik Islam, khususnya yang berakar pada tradisi Ahsunnah wal jamaah (aswaja). Sementara itu, penguasaan bahasa asing (non-Arab), kemampuan belajar otodidak yang luar biasa dan bergaul dengan komunitas nonpesantren telah memungkinkan Gus Dur berkenalan dengan pemikiran-pemikiran mondial.

Ladang dan benih-benih pemikiran Gus Dur berkembang dan teraktualisasi bersering dengan kemampuannya di bidang tulis-menulis, suatu bidang yang jarang digeluti oleh anggota komunitas pesantren. Maka sejak 1970-an, nuansa pemikiran yang dihadirkan Gus Dur memiliki kekhasan, yaitu ulasan mengenai isu-isu kontenporer yang berakar pada tradisi pemikiran Islam klasik.

Perkembangan intelektual Gus Dur dibentuk oleh pendidikan Islam klasik dan pendidikan Barat modern. Faktor-faktor ini merupakan prasyarat baginya untuk mengenmabngkan ide-ide liberalnya. Dalam kegiatan-kegiatannya yang berkaitan dengan perjalanan, membaca dan memperdebatkan ide, Gus Dur menyintesiskan kedua dunia pendidikan ini. Barangkali ia mengerjakan hal ini secara lengkap daripada mayoritas intelektual Islam Indonesia lainnya.