Jannah, Roihatul (2018) Tradisi "Nyangkku" di Panjalu Ciamis: Akulturasi nilai ISlam budaya dan fungsi sosial. Masters thesis, UNUSIA.
Tradisi Nyangku-ROIHATUL JANNAH.pdf
Download (5MB)
Abstract
Di dalam kehidupan suatu masyarakat selalu terdapat upacara-upacara yang dilakukan. Adapun upacara yang dimaksud ialah rangkaian tindakan atau perbuatan yang terkait dengan aturan adat.1 Komunitas Panjalu di Ciamis, memiliki banyak ragam budaya, diantaranya adalah tradisi Nyangku yang dilaksanakan turun temurun. Selain tradisi Nyangku di sekitar daerah Panjalu khususnya di Kabupaten Ciamis, juga terdapat banyak tradisi lain diantaranya ialah tradisi Misalin, tradisi Ngikis, tradisi Nyepuh dan tradisi Merlawu. Sebagian besar acara yang digelar berbentuk upacara adat. Hal ini bertujuan agar tetap terjaga kesakralannya. Upacara adat yang merupakan suatu bentuk kebudayaan dari masyarakat sebelumnya mempunyai arti yang penting di dalam kehidupan masyarakat dan telah menjadi suatu bentuk kebiasaan yang dilaksanakan. Upacara adat mengandung makna simbolik, nilai-nilai etika, moral dan sosial yang mencerminkan adanya suatu pengaruh dari sistem religi atau kepercayaan. Pengaruh tersebut merupakan salah satu unsur universal dari kebudayaan. Seperti halnya tradisi Nyangku yang merupakan upacara adat sakral warisan dari raja-raja yang masih menjadi tradisi turun temurun masyarakat Panjalu. Masa lalu Panjalu adalah sebagai suatu kota kerajaan kuno yang dikenal sebagai Kerajaan Soko Galuh Panjalu. Ibu Kota Kerajaan ini dibangun pada areal suatu danau (situ) dengan luas sekitar 70 hektar yang dikenal dengan nama Situ Lengkong. Di sepanjang tepi utara kota Panjalu, terdapat tiga buah nusa (pulau kecil). Ketiga pulau kecil tersebut dahulunya digunakan sebagai tempat bangunan istana kerajaan, kepatihan, dan staf kerajaan dan sebagai taman rekreasi. Pendiri ibu kota kerajaan ini adalah seorang tokoh yang kharismatik dan seorang leluhur Panjalu yang bernama Prabu Borosngora. Saat ini, Panjalu merupakan daerah wisata religi. Wisatawan yang datang ke Panjalu pada umumnya adalah
para peziarah yang mengunjungi makam-makam tokoh Kerajaan Panjalu, dan sebagai salah satu tujuan ziarah utama adalah makam Prabu Hariang Kancana yang berada di Nusa Gede, Situ Lengkong (pulau terbesar yang terdapat bangunan kerajaan). Selain itu danau yang bernama Situ Lengkong juga menjadi objek wisata yang bernuansa religius, disamping itu juga banyak wisatawan yang mengunjungi museum Bumi Alit. Bumi Alit merupakan tempat penyimpanan benda-benda bernilai sejarah seperti Menhir, Batu Pangsucian, Batu Panobatan, naskah-naskah dan benda-benda perkakas peninggalan milik raja-raja dan bupati Panjalu dimasa lalu. Yang menjadi sorotan utama dari museum ini adalah benda pusaka peninggalan Prabu Borosngora yaitu berupa Pedang, Ciss (tombak bermata dua) dan Genta (lonceng kecil). Benda Pusaka ini setiap bulan Maulud (hari Senin atau Kamis pada akhir bulan) dikeluarkan dari museum Bumi Alit dalam suatu upacara perawatan dan penyucian pusaka yang
disebut Nyangku. Tradisi Nyangku adalah upacara adat tradisional warisan turun-temurun yang diamanatkan oleh Prabu Borosngora, raja Islam pertama Panjalu dan mengislamkan rakyatnya. Upacara tradisional pada hakikatnya dilakukan untuk menghormati, memuja, mensyukuri dan meminta keselamatan kepada leluhur yang bermula dari perasaan takut, segan dan hormat terhadap leluhurnya. Perasaan ini timbul karena masyarakat mempercayai adanya suatu kekuatan yang luar biasa yang
berada di luar kekuasaan dan kemampuan manusia yang tidak tampak oleh mata. Penyelenggaraan upacara adat dan aktivitas ritual ini mempunyai arti bagi warga masyarakat yang bersangkutan, sebagai penghormatan terhadap leluhur dan rasa syukur terhadap Tuhan, juga sebagai sarana sosialisasi dan pengokohan nilai-nilai budaya yang sudah ada dan berlaku dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Tradisi Nyangku pada zaman dahulu merupakan suatu misi yang agung, yaitu salah satu cara untuk menyebarkan agama Islam agar rakyat Panjalu memeluk agama Islam. Upacara adat Nyangku biasanya dilaksanakan setiap tahun satu kali, yaitu pada bulan Robiul Awal atau akhir bulan Robiul Awal (Maulud) pada minggu terakhir hari Senin atau Kamis. Jadi misi utama dari ritual ini adalah untuk mengumpulkan masyarakat Panjalu agar mudah menyampaikan da’wah. Adapun tujuan Nyangku saat ini bertujuan melestarikan budaya leluhur sekaligus memberikan rasa hormat kepada para leluhur terdaluhu yang telah menjadikan masyarakat Panjalu subur makmur pada saat itu. Pagelaran tradisi Nyangku ini dilakukan masyarakat keluarga besar wargi (warga) Panjalu, baik yang ada di lingkungan setempat maupun mereka yang berada di kota-kota dan daerah-daerah diluar Panjalu termasuk para peziarah yang berasal dari berbagai tempat di Pulau Jawa maupun luar Pulau Jawa, sehingga dapat diperkirakan ribuan masyarakat hadir berpartisipasi dalam acara budaya tradisional tersebut. Tradisi Nyangku mengandung nilai-nilai yang sarat akan makna diantaranya adalah nilai religius sebagai peringatan kelahiran seorang tokoh besar Nabi Muhammad SAW, suri tauladan umat manusia yang wajib dicontoh perilakunya, nilai gotong-royong dimana dalam mempersiapkan upacara tersebut saling bekerja sama, nilai estetika dan nilai historis dimana simbol-simbol dari warisan sejarah Kerajaan Panjalu dalam bentuk benda diperlihatkan bernilai seni tinggi diharapkan agar masyarakat tertarik untuk mengetahui lebih dalam dan turut ikut melestarikannya. Selain itu, yang manjadi permasalahan adalah kurangnya publikasi dan promosi kepada masyarakat luas akan pentingnya mengetahui dan menghayati kearifan budaya lokal yang kaya akan nilai-nilai luhur yang wajib dilestarikan untuk menjaga eksistensi budaya bangsa agar tidak tergerus perkembangan zaman. Dalam hal ini tradisi Nyangku yang merupakan fragmen kelahiran Nabi Muhammad saw, nabi yang memberi rahmat seluruh alam semesta. Tradisi ini sebagai penyemangat kaum muslim untuk kembali kepada dua sumber kehidupan yaitu Al Qur’an dan Hadist Rasulullah. Keanekaragaman budaya yang dimiliki tersebut sekiranya menjadi suatu kebanggaan, bahwa kebudayaan lokal atau daerah dapat memperkaya budaya bangsa. Bangsa yang besar
adalah bangsa yang kaya akan seni budaya yang dimilikinya. Selain itu harus disadari pentingnya pembinaan, pengembangan, dan pelestarian agar keberadaannya tidak hilang dan menjadi identitas bangsa, sekaligus membawa nama baik daerahnya yang harus dimiliki dan dihargai oleh masyarakatnya. Namun yang menjadi kendala ialah sejarah Panjalu sendiri berbentuk historiografi tradisional, sehingga sebagian cerita rakyat ada yang dikategorikan mitos. Seperti halnya dalam Babad Panjalu, tertulis bahwa Situ Lengkong bukanlah situ alam yang terjadi dengan sendirinya, akan tetapi hasil buatan para leluhur Panjalu di masa lalu. Cerita rakyat yang diceritakan masyarakat secara turun-temurun maupun cerita rakyat yang ditulis pada naskah kuno berbeda kisahnya. Sehingga untuk menentukan tahun serta masa pemerintahannya sangat sukar dan akan berbeda pendapat. Salah satu contoh untuk menentukan masa atau tahun berdirinya Kerajaan Panjalu apakah abad VII, abad XIII atau abad XV.11 Dalam dunia akademik belum ada penelitian yang secara khusus membahas tentang akulturasi Islam dan budaya lokal Sunda seperti yang tercermin dalam tradisi Nyangku. Maka perlu adanya penelitian lebih mendalam terkait tradisi Nyangku dan akulturasinya.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Tradisi Nyangku |
Subjects: | 300 – Ilmu Sosial > 300 Ilmu sosial > 304 Faktor yang mempengaruhi perilaku sosial |
Divisions: | Fakultas Islam Nusantara > S2 Sejarah Peradaban Islam |
Depositing User: | Unnamed user with email anasghozali@unusia.ac.id |
Date Deposited: | 08 Aug 2023 06:29 |
Last Modified: | 10 Aug 2023 07:30 |
URI: | https://repository.unusia.ac.id/id/eprint/25 |