TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN TERHADAP HUKUM DAN DAMPAK PENGGUNAAN SEX TOYS PASANGAN SUAMI ISTRI

Muhammad Ali Fahmi, Tinjauan Hukum Islam dan Undang�Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Terhadap Hukum dan Dampak Penggunaan Sex Toys Pasangan Suami Istri, Skripsi, Jakarta, Hukum Keluarga Islam, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta, 2022; Skripsi ini bertujuan untuk menjawab Bagaimana fenomena penggunaan sex toys di Indonesia dan juga Bagaimana analisis Hukum Islam dan UU Kesehatan terhadap hukum dan dampak penggunaan sex toys suami istri.

Jenis penelitian skripsi ini adalah penelitian kualitatif kepustakaan dengan mengambil sumber data dari sumber data primernya yaitu Hukum Islam serta perUndang-undangan UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009, serta data sekundernya dengan menggunakan artikel tentang sex toys serta jurnal-jurnal yang berkaitan dengan pembahasan penelitian. Data yang diperoleh akan dikumpulkan dan diteliti kembali yang selanjutnya akan disusun dan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif dengan pola pikir induktif.

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa sex toys merupakan alat yang digunakan untuk merangsang hasrat seksual demi memuaskan diri sendiri, dengan cara menggunakannya seolah-olah menghayalkan atau berfantasi sedang melakukan hubungan seksual bersama pasangannya. Dalam literatur fiqih sex toys dikategorikan sebagai istimna’ yaitu aktivitas mengeluarkan sperma dengan tangan sendiri secara sengaja atau cara yang diperbolehkan dengan tangan istri. Dalam penggunaan alat
tersebut didominasi oleh wanita walaupun ada laki-laki yang menggunakan tapi tidak populer penggunaannya tidak seperti pada wanita, sex toys lebih populer di luar negeri karena dipengaruhi gaya hidup mereka. Sementara dampak dari penggunaannya mempunyai dampak yang negatif dan positif.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan sex toys pasangan suami dan istri mempunyai analisis dan tinjauan yang berbeda menurut hukum islam, ada yang mengharamkan, membolehkan bersyarat, dan memakruhkan. Ketika ditinjau UU Kesehatan Tahun 2009 juga mempunyai implikasi yang negatif dan positif.